Kamis, 29 Maret 2012

Dalil Haram dan Halal Telah Jelas




HADITS KEENAM


عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ

[رواه البخاري ومسلم]


Terjemah hadits / ترجمة الحديث :

Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak.

Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya.

Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. 

Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati “.

(Riwayat Bukhori dan Muslim)


Catatan :

· Hadits ini merupakan salah satu landasan pokok dalam syari’at. Abu Daud berkata : Islam itu berputar dalam empat hadits, kemudian dia menyebutkan hadits ini salah satunya.


Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :

1. Termasuk sikap wara’ adalah meninggalkan syubhat .

2. Banyak melakukan syubhat akan mengantarkan seseorang kepada perbuatan haram.

3. Menjauhkan perbuatan dosa kecil karena hal tersebut dapat menyeret seseorang kepada perbuatan dosa besar.

4. Memberikan perhatian terhadap masalah hati, karena padanya terdapat kebaikan fisik.

5. Baiknya amal perbuatan anggota badan merupakan pertanda baiknya hati.

6. Pertanda ketakwaan seseorang jika dia meninggalkan perkara-perkara yang diperbolehkan karena khawatir akan terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan.

7. Menutup pintu terhadap peluang-peluang perbuatan haram serta haramnya sarana dan cara ke arah sana.

8. Hati-hati dalam masalah agama dan kehormatan serta tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mendatangkan persangkaan buruk.



Sumber Foto:
http://www.oneeyeland.com

Jumat, 23 Maret 2012

Belajar Kepada TK Manbaul Ulum Bukit Rivaria

Visi Pendidikan Anak Usia Dini Manbaul Ulum 

Membuka Sekolah-sekolah untuk Pendidikan Anak Usia Dini 
di Seluruh Belahan Dunia yang dihuni oleh Umat Muslim

Program dan Tahap Rencana Pembangunan

Membuka Sekolah Ditiap Kabupaten/Kota Di Indonesia


  



Sumber:

Peternakan :
Jl. Alif Rt. 002 Rw. 003 Kel. Pasir Putih Kec. Sawangan Depok Jawa Barat. 021-77-88-7138

Rabu, 07 Maret 2012

Memberdayakan Umat Muslim Part II

"IQRO"


Oleh: Prof. Azyumardi Azra, Ph.D.


Penyebab utama ketidak berdayaan itu disimpulkan adalah keterbelakangan pendidikan.



Karena itu, tidak ada hal lain kecuali peningkatan mutu pendidikan mesti menjadi prioritas utama pemerintah dan masyarakat Muslim sendiri. Seorang penulis milis MF menyatakan, kenyataan ini adalah



“ironi karena lima ayat surah al-‘Alaq yang pertama kali diterima Rasulullah SAW yang didahului perintah ‘Iqra’ tidak berdampak luas dalam kehidupan [umat] Islam”.



Menyangkut akselerasi pendidikan dan pengembangan iptek, adalah keniscayaan bagi kaum Muslim mengembangkan keterbukaan pada sumber iptek dari mana pun. Ini berarti meniscayakan pula penghilangan sikap apologetik, defensif, dan reaktif dari sebagian Muslim yang masih sangat mencurigai segala macam iptek yang bersumber, misalnya, dari Barat.



Kalangan Muslim seperti ini seolah melupakan sejarah kemajuan iptek di tangan ilmuwan Muslim di masa klasik yang bersumber dari sikap keterbukaan menerima dan mengkaji berbagai sumber iptek untuk kemudian mereka kembangkan menjadi iptek universal yang bermanfaat bagi peningkatan kualitas kehidupan kemanusiaan.



Dalam kaitan itu, kaum Muslim patut mengembalikan rasa percaya diri. Karena sering ada kecurigaan berlebihan bersumber dari kekhawatiran dan ketakutan berlebihan, akhirnya menimbulkan mentalitas tertutup dan bahkan ‘mentalitas terkepung’.



Akan tetapi, ketidakberdayaan kaum Muslimin tidak hanya terutama bersumber dari keterbelakangan pendidikan. Ketidakberdayaan itu juga terkait dengan berbagai realitas lain Dunia Islam, ter utama dalam bidang politik, sosial, bu daya, dan bahkan pemahaman keagamaan.



Karenanya, usaha mengatasi ketidakberdayaan kaum Muslimin mesti juga melibatkan pembenahan dan perbaikan ke adaan sehingga dapat memberikan kondisi kondusif bagi pemberdayaan dan pemajuan kaum Muslimin dalam berbagai bidang.



Ketidakberdayaan kaum Muslimin sangat terkait dengan kondisi politik yang kacau di banyak bagian Dunia Muslim sejak masa kolonialisme Eropa sampai sekarang.



Kekacauan politik itu dalam batas tertentu berhubungan dengan ketidakadilan tatanan politik internasional, seperti terlihat di Timur Tengah menyangkut konflik Palestina-Israel, dan pendudukan sekutu yang terus berlanjut di Irak dan Afghanistan.



Tetapi jelas, kekacauan politik terutama bersumber dari kegagalan banyak negara Muslim membangun sistem politik yang viabel—mampu bertahan karena dapat diterima masyarakatnya sendiri sebab demokratis, misalnya. Namun, yang terjadi di banyak negara Muslim, realitas politik adalah otoritarianisme militer dan sipil yang berkuasa sangat lama, amat korup, yang hampir tidak memberikan ruang bagi warga negara bersuara.



Indonesia pernah memiliki pengalaman seperti ini di masa Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto sebelum kemudian tumbang lewat peristiwa yang melibatkan kekuatan rakyat dan pertumpahan darah.



Di banyak negara Muslim lain, situasi politik kacau masih terus berlanjut sampai kini. Meski kekuasaan otoritarianisme Ben Ali (Tunisia) dan Husni Mubarak (Mesir) telah ditumbangkan kekuatan rakyat, pergulatan politik masih berlangsung. Bahkan, pertumpahan darah terus terjadi di Syria dan Yaman, yang bukan tidak mungkin menular ke negara-negara Muslim otoriter lain di Dunia Arab.



Instabilitas politik dan kekerasan berdarah juga terus terjadi di Afghanistan, Irak, dan Pakistan. Bahkan, Malaysia yang bagi sebagian orang menjadi ‘model’ stabilitas politik dan kemajuan ekonomi, juga menerapkan politik totaliter represif seperti terlihat dalam demonstrasi menuntut Pilihan Raya yang bersih dan jujur.



Kekacauan politik di negara-negara Muslim ini, terutama disebabkan—meminjam istilah Buya Syafii Maarif—‘syahwat politik’ yang nyaris tidak terkendali, baik pa da level kepemimpinan puncak maupun elite politik lain.



Ketika beberapa negara Muslim menjadi demokrasi, seperti Indonesia, syahwat politik itu menghinggapi hampir seluruh elite politik di tingkat nasional maupun lokal. Lebih celaka lagi, syahwat politik itu bercampur dengan ‘syahwat ekonomi’ yang juga tidak terkendali sehingga menimbulkan wabah korupsi.



Dalam situasi politik dan ekonomi koruptif seperti itu, bagaimana mungkin kaum Muslimin bisa berdaya?



Sumber daya alam, seperti minyak, gas, dan banyak barang tambang lain tidak diabdikan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, tetapi sebaliknya guna kepentingan poli tik rezim berkuasa. Lebih parah lagi, situasi kacau—ketiadaan stabilitas politik dan ekonomi koruptif—membuka ruang besar bagi infiltrasi dan penetrasi kekuatan asing yang membuat keadaan kian kacau.



Karena itu, dalam konteks pemberdayaan Muslimin, agenda paling pokok adalah membenahi rumah tangga sendiri, membangun sistem politik demokratis yang viabel dan ekonomi yang bersih dari korupsi, serta pembangunan yang berpihak kepada pemberdayaan warga.



*Penulis adalah Direktur Sekolah Pascsarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta




UMAT Islam adalah khoiru ummah, umat terbaik yang menjadi teladan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan ini dengan benar. Mereka beriman kepada Allah SWT. Keimanannya ditunjukkan antara lain dengan perilaku senantiasa berbuat baik dan mengajak orang lain dalam kebaikan, serta menghindari kemunkaran dan mencegah adanya kejahatan.



“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. ”(Ali Imran / 3 : 110)