Minggu, 18 April 2010

Struktur Obligasi Syariah

Obligasi syariah sebagai bentuk pendanaan (financing) dan sekaligus investasi (investment) memungkinkan beberapa bentuk struktur yang dapat ditawarkan untuk tetap menghindarkan pada riba. Berdasarkan pengertian tersebut, Obligasi Syariah dapat memberikan:

1) Bagi Hasil berdasarkan akad Mudharabah/ Muqaradhah/ Qiradh atau Musyarakah. Karena akad Mudharabah/ Musyarakah adalah kerja sama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan, obligasi jenis ini akan memberikan return dengan penggunaan term indicative/ expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan.


2) Margin/Fee berdasarkan akad Murabahah atau Salam atau Istishna atau Ijarah. Dengan akad Murabahah/ Salam/ Isthisna sebagai bentuk jual beli dengan skema cost plus basis, obligasi jenis ini akan memberikan fixed return.

Di Indonesia, yang banyak digunakan dalam penerbitan obligasi syariah adalah struktur Mudharabah (bagi hasil pendapatan) baik yang telah diterbitkan maupun yang akan diterbitkan dalam waktu dekat. Sehingga, yang dikenal adalah Obligasi Syariah Mudharabah.

Obligasi Syariah Mudharabah memang telah memiliki pedoman khusus dengan disahkannya Fatwa No: 33/DSN-MUI/ IX/2002. Disebutkan dalam fatwa tersebut, bahwa Obligasi Syariah Mudharabah adalah obligasi syariah yang menggunakan akad Mudharabah. Selain telah mempunyai pedoman khusus, terdapat beberapa alasan lain yang mendasari pemilihan struktur mudharabah ini, di antaranya adalah:

i. Bentuk pendanaan yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan jangka yang relatif panjang.

ii. Dapat digunakan untuk pendanaan umum (general financing), seperti pendanaan modal kerja ataupun pendanaan capital expenditure.

iii. Mudharabah merupakan percampuran kerja sama antara modal dan jasa (kegiatan usaha) sehingga membuat strukturnya memungkinkan untuk tidak memerlukan jaminan (collateral) atas aset yang spesifik. Hal ini berbeda dengan struktur yang menggunakan dasar akad jual beli yang mensyaratkan jaminan atas aset yang didanai;

iv. Kecenderungan regional dan global, dari penggunaan struktur Murabahah dan Bai Bi-tsaman Ajil menjadi Mudharabah dan Ijarah

Mekanisme atau beberapa hal pokok mengenai Obligasi Syariah Mudharabah ini dapat diringkaskan dalam butir-butir berikut:

i. Kontrak atau akad Mudharabah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan.

ii. Rasio atau persentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan (revenue) atau keuntungan (profit; operating profit, EBIT, atau EBITDA). Tetapi, Fatwa No: 15/DSN-MUI/IX/2000 memberi pertimbangan bahwa dari segi kemaslahatan pembagian usaha sebaiknya menggunakan prinsip Revenue Sharing.

iii. Nisbah ini dapat ditetapkan konstan, meningkat, ataupun menurun, dengan mempertimbangkan proyeksi pendapatan Emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal kontrak.

iv. Pendapatan Bagi Hasil berarti jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang menjadi hak dan oleh karenanya harus dibayarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang obligasi syariah dengan pendapatan/ keuntungan yang dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten.

v. Pembagian hasil pendapatan ini atau keuntungan dapat dilakukan secara periodik (tahunan, semesteran, kuartalan, bulanan).

vi. Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja aktual emiten, maka obligasi syariah memberikan indicative return tertentu.

Sumber:
Zona Ekonomi Islam

Minggu, 04 April 2010

School of Electrical Engineering and Computer Science at Manbaul Ulum University

Bisnis IT

Usaha Modal Dengkul

Usaha di Internet dapat dilakukan dengan modal hampir "dengkul". Jangan sampai terjerumus masuk ke cara-cara penipuan di Internet, karena ini bisa berakibat tidak baik ke karir kita di kemudian hari.

Pelajari Kiat Mereka Yang Sudah terjun

Cara paling mudah untuk mempelajari bagaimana untuk dapat sukses berusaha di Internet adalah dengan cara mempelajari kiat mereka yang sudah terjun terlebih dahulu.

Masalah-nya adalah sumber mana yang paling bisa di percaya untuk menjadi sumber belajar? Terus terang, sumber yang lebih mudah & lebih gampang untuk di percaya adalah media massa. Di media massa, proses filter / cek-n-recek sudah dilakukan terlebih dulu oleh para redaksi. Mungkin yang bisa memuat banyak kisah sukses di dunia IT khususnya IT Indonesia ada di

  • MetroTV e-livestyle setiap hari Minggu jam 13:30 siang.
  • Kadang kala TV swasta lain memunculkan kisah sukses menggunakan IT, cuma tidak sebanyak MetroTV.
  • Koran KOMPAS kadang ada selipan teknologi informasi.
  • Detikinet.com kadang ada berita-berita kisah sukses menggunakan IT.
  • Juga beberapa majalah terutama majalah InfoLinux.

Beberapa situs Indonesia yang lumayan sukses dan dapat menjadi panutan untuk kita belajar ada beberapa, seperti,

Pelajari bagaimana cara pendiri situs tersebut menjadi sukses seperti sekarang ini.

Ada baiknya membaca-baca berbagai teknik untuk dapat berkiprah sebagai penulis. Kemampuan mengekspresikan pendapat melalui tulisan akan bernilai sangat tinggi di Internet.



Sumber:

Onno W. purbo, M.Sc., Ph.D.

Kamis, 01 April 2010

Sekilas Tentang Islam dan Ekonomi-Keuangan

Islam, sekurang-kurangnya menurut keyakinan para pemeluknya (ummatan muslimatan), adalah agama yang tidak hanya mengatur persoalan akidah dan ibadah; akan tetapi, juga memberikan landasan utama tentang norma-norma dasar dan etika bermuamalah. Termasuk untuk tidak menyatakan terutama dalam hal-hal yang berkaitan erat dengan persoalan-persoalan ekonomi dan keuangan seperti perdagangan/niaga (tijarah; traffic), sewa-menyewa (ijarah; leasing), gadai (rahn; pladge), utang-piutang (mudayanah; debit and credit), upah-merngupah (ujrah; fee) dan lain-lain khususnya yang berhubungan dengan norma-norma dasar bertransaksi ekonomi dan keuangan dalam bentuk dan konteksnya yang manapun.

Seperti dinyatakan al-Qur’an, al-Islam adalah agama lengkap-sempurna (dinun kamil) yang tidak hanya bercorak global-universal, akan tetapi juga bersifat luas (wasi`, komphrehensif), padu (ittihad/ilti’am, melted together), dan utuh (syumul; unimpaired). Kecuali itu, al-Islam juga tampak memiliki pandangan atau konsep hidup yang sangat holistik tentang kehidupan. Allah s.w.t. berkalam, yang artinya :

….. Pada hari ini, telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, serta telah Aku ridhai Islam itu (menjadi) agama bagi kamu …. “ (al-Maidah (5): 3)

Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi, dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, kecuali umat-umat (juga) seperti (halnya) kamu (manusia). Tiadalah Kami alpakan sesuatu apapun dalam Al-Kitab (al-Qur’an) ini, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan (al-An`am (6): 38).

Kelengkap-sempurnaan al-Islam sebagaimana digambarkan di atas, tidak semata-mata dapat dibenarkan secara teoretik melalui sumber ajarannya yakni al-Qur’an dan al-Hadits; akan tetapi, lebih dari itu, juga dapat dibuktikan lewat penerapannya secara empirik di lapangan. Termasuk di dalamnya yang berkenaan dengan ihwal usaha ekonomi dan keuangan sebagaimana dapat ditelusri melalui pendekatan sejarah.

Pakar-pakar agama Islam, meskipun dengan menggunakan redaksi yang berbeda-beda, namun pada intinya sama-sama mengingatkan kita tentang arti penting dari keutuhan al-Islam sebagai sebuah sistem ajaran. Maksudnya, Islam bukanlah agama yang hanya mengutamakan akidah dan ibadah serta akhlak, akan tetapi, juga sangat mementingkan perilaku muamalah dengan berbagai bentuk dan macam-macamnya.

Sayyid Quthub, salah seorang pejuang (mujahid; fighter) berkebangsaan Mesir misalnya, berkali-kali menegaskan dan lebih dari itu mewanti-wanti ummatan muslimatan untuk tetap meyakini bahwa Islam bukanlah agama yang hanya sekedar memperkenalkan sistem akidah (al-islam laysa mujarradu `aqidah) yang bersifat teologis, akan tetapi juga sekaligus sebagai metode/cara (manhaj) atau tepatnya sebuah sistem yang mengajarkan pemecahan berbagai persoalan umat manusia. Termasuk di dalamnya persoalan-persoalan ekonomi dan keuangan.

Al-Imam al-Akbar Mahmud Syaltut (1883-1963 M), salah seorang ulama Mesir terkemuka lainnya, juga mengingatkan dunia Islam bahwa Islam bukanlah agama kematian (din al-maut), melainkan juga sekaligus sebagai agama kehidupan (din al-hayah). Lebih dari itu, Syaltut tegaskan bahwa al-Islam adalah agama kerja (dinun `amaliyyun). Menurutnya, setiap pekerja (`amil/worker) dengan profesinya masing-masing, pada dasarnya adalah jual-beli alias dagang. Senada dengan yang dikemukakan Syaltut, dapatlah dikembangkan bahwa petani di ladang, buruh/karyawan di pabrik, guru di sekolah, dosen di kampus, konsultan di kantor, dokter dan para perawat di rumah-rumah sakit, polisi di jalan raya, tentara di medan tempur, jaksa, pengacara, dan hakim di pengadilan, olah ragawan/atlit di lapangan, penyanyi di studio, artis di layar lebar/kaca, dan lain-lain, semuanya tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka “dagang” (jual-beli) alias mencari “untung” dengan cara memberikan jasa dan menerima imbalan atau upah.


Atas dasar ini maka dapatlah dikemukakan bahwa Islam bukanlah agama yang hanya sekedar memberikan petunjuk dan spirit tentang pahala (ajrun; reward atau recompanse) yang berorientasikan keakhiratan; akan tetapi, Islam juga sekaligus sebagai agama yang memandang penting perkara upah (ujrah; fee) yang bersifat keduniawian atau kekinian. Antusiasme agama Islam terhadap persoalan ekonomi pada umumnya, dan masalah keuangan pada khususnya, antara lain dapat difahami dari lima arkan al-Islam (unsur Islam) yang dijadikan fondasinya.

Selain dua kalimah syahadah, shalat, shaum (puasa) dan haji yang lebih bernuansakan ibadah-ritual, rukun Islam ketiga yakni zakat jelas-jelas mengarah kepada persoalan ekonomi dan keuangan. Itulah sebabnya mengapa zakat sering disebut-sebut sebagai `ibadah maliyyah wa-ijtimai`iyyah (ibadah sosial ekonomi dan kemasyarakatan) di samping sebagai `ibadah mahdhah (ibadah murni) dalam koteks ritualkeagamaan. Atau, sekurang-kurangnya dapat dikatakan, bahwa zakat adalah ibadah mahdhah yang berdimensikan keharta-bendaan dan keuangan di samping mengandung nuansa sosial kemasyarakatan dalam konteksnya yang sangat luas.

Masih dalam konteks peduli al-Qur’an terhadap ekonomi, di dalamnya dijumpai berbagai perumpamaan (al-amtsal) yang dalam melukiskan berbagai kehidupan manusia termasuk kehidupan akhirat justru menggunakan simbol-simbol ekonomi. Perhatikan misalnya kata tijarah (niaga) yang tidak selamanya digunakan untuk pengertian usaha ekonomi dalam pengertian yang sesungguhnya, akan tetapi juga sering digunakan untuk menyimbolkan kehidupan di akhirat. Demikian pula dengan kata-kata yang lain semisal kata isytara/yasyri, al-kail, al-mizan/al-mawazin (timbangan/neraca), dan begitulah seterusnya.

Sumber:

Zona Ekonomi Islam