Selasa, 12 Januari 2010

Yuk Berwirausaha

Menjadi Entrepreneur Muslim

Islam dan Kewirausahaan


Dalam literatur ke Islaman sosok Nabi Muhammad SAW adalah sebuah pribadi yang seluruh dimensi kehidupannya dikupas dan dikaji secara intensif dan mendalam baik oleh sejarawan Islam maupun oleh tokoh-tokoh di luar pemikir Islam. Akan tetapi kepeloporan dan ketokohan Nabi Muhammad SAW di dunia wirausaha, kreatifitasnya di dunia bisnis serta suksesnya sebagai trader dalam usia 40 tahun selalu luput dari kajian dan sentuhan yang mendalam. Dalam dunia moderen, kewirausahaan/enterpreneurship baru muncul di akhir tahun tujuh puluhan dan berkembang serta mulai diajarkan di kampus-kampus Amerika, Eropa, Jepang, Korea dan Australia. Sementara dunia Islam (khusunya Indonesia) bergelut dengan politik, dan sibuk dalam kajian-kajian fiqih dan tasauf sehingga tidak mengherankan kalau kemudian ketokohan Nabi SAW dibidang wirausaha lepas dari pengamatan.

Salah satu yang menarik dari kajian David Moors tentang kewirausahaan dalam bukunya The Enterprising, mengungkapkan bahwa ciri-ciri wirausaha adalah mengenai personality dan pelaku wirausaha itu sendiri, disamping lingkungan yang mendukungnya, juga tugas-tugas yang diemban oleh seorang wirausaha dan karir yang bisa dicapainya. Lebih lanjut katanya, ‘The act of enterpreneurship is an act patterned after modes of coping with early childhood experiences’. Personality atau kepribadian seorang wirausaha adalah sikap yang didapatkannya sejak masa kecil yaitu sikap merdeka, bebas dan percaya diri. Ketiga sikap ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan kedua orang tua dimana peran ibu yang begitu penuh dedikasi terhadap perkembangan anaknya sangat berpengaruh. Pengaruh dari kedua orang tua juga bisa sangat menunjang atau bahkan merusak salah satu atau ketiga unsur kepribadian wirausaha seorang anak.

Viktor Kiam, seorang pakar enterpreneur, sama berkomentar bahwa jiwa enterpreneur/wirausaha perlu diberikan kepada anak sejak dibangku sekolah, karena filosofi kewirausahaan dapat melatih anak lebih mandiri, jeli melihat peluang, sehingga punya daya cipta yang lebih kreatif. Dalam konteks Islam, Nabi Muhammad SAW adalah wirausahawan sejati yang memiliki kemerdekaan, kebebasan dan memupuk kepercayaan pada diri sendiri melalui pengalaman yang menyenangkan ketika hidup di pedalaman dalam asuhan ibu susunya-Halimah, dan masa pahit dan penuh kepedihan karena terlahir sebagai seorang yatim dan ditinggal ibunya-Aminah ketika ia baru berusia enam tahun. Muhammad kemudian dibesarkan oleh kakeknya yang juga tidak begitu lama bersamanya. Abu Thalib, pakcik kandungnyalah kemudian mengambil alih pengasuhan atas Muhammad yang masih berusia kurang dari 9 tahun. Rata Penuh
Dan inilah modal psikologis yang paling kokoh sebagai landasan sikap, dan prilaku wirausahawan beliau dikemudian hari dan menjadi referensi penelitian para ahli kewirausahaan, seperti David Moores dan Orvis Colins, Abaham Zaleznik, Jhon Kao dll. Dalam kitab Musnad Imam Ahmad juz 4 dan The History of Islam vol.1 hal. 96 diceritakan bahwa, Muhammad baru berusia dua belas tahun ketika pergi ke Syria berdagang bersama Abu Thalib, pamannya. Ketika pamannya meninggal dunia, beliau tumbuh dan berkembang sebagai wirausahawan yang mandiri dengan melakukan perdagangan keliling di kota Makkah dengan rajin, penuh dedikasi pada usahanya.

Entrepreneurship education

From Wikipedia, the free encyclopedia

Entrepreneurship education seeks to provide students with the knowledge, skills and motivation to encourage entrepreneurial success in a variety of settings. Variations of entrepreneurship education are offered at all levels of schooling from primary or secondary schools through graduate university programs.[1][2]


Objectives

What makes entrepreneurship education distinctive is its focus on realization of opportunity, where management education is focused on the best way to operate existing hierarchies. Both approaches share an interest in achieving "profit" in some form (which in non-profit organizations or government can take the form of increased services or decreased cost or increased responsiveness to the customer/citizen/client).

Entrepreneurship education can be oriented towards different ways of realizing opportunities:

  • The most popular one is regular entrepreneurship: opening a new organization (e.g. starting a new business).
  • Another approach is to promote innovation or introduce new products or services or markets in existing firms. This approach is called corporate entrepreneurship or intrapreneurship, and was made popular by author Gifford Pinchot in his book of the same name. Newer research indicates that clustering is now a driving factor. Clustering occurs when a group of employees breaks off from the parent company to found a new company but continues to do business with the parent. Silicon Valley is one such cluster, grown very large.[3]
  • A recent approach involves creating charitable organizations (or portions of existing charities) which are designed to be self-supporting in addition to doing their good works. This is usually called social entrepreneurship or social venturing. Even a version of public sector entrepreneurship has come into being in governments, with an increased focus on innovation and customer service. This approach got its start in the policies of the United Kingdom's Margaret Thatcher and the United States' Ronald Reagan.


References

  1. ^ http://europa.eu/legislation_summaries/education_training_youth/general_framework/n26111_en.htm European Union Commission analyses entrepreneurship education in all education levels in Europe
  2. ^ http://news.bbc.co.uk/2/hi/uk_news/education/6735325.stm United Kingdom governmental push towards entrepreneurship education in different education levels
  3. ^ http://www.cox.smu.edu/web/guest/published-research/-/blogs/business-clusters-and-government-policy:-how-labor-re-organizes-itself Minitti, Maria 2010 - Currently in Review

Tidak ada komentar: