tiga: Kota IDAMAN
Oleh: Kang Agus H.
Banjar: Juni 2024
Malam itu, Sang Nenek sedang duduk di atas dipan sambil melipat beberapa helai baju yang akan dibawa cucunya pergi ke tempat tinggal barunya esok hari. Sementara itu, Sang Cucu sedang tertidur pulas di sampingnya, setelah lelah ikut mempersiapkan barang-barang yang akan dibawanya esok. Tiada yang menemani Sang Nenek selain cahaya lampu tempel yang setengah redup dan suara jangkrik di belakang rumah yang terdengar nyaring di kesunyian malam. Tak lama, muncul suara lirih disertai isak yang keluar dari mulut Sang Nenek, betapapun ia menahan agar suara itu tidak keluar, namun air matanya membuat ia tak kuasa menahan diri untuk tidak menangis. Ia khawatir membangunkan cucunya yang sedang terlelap. Namun apa yang ia khawatirkan justru berlaku, Sang Cucu terbangun dari alam bawah sadarnya, dan seketika melihat neneknya sedang berurai air mata. “Nek… Nenek kenapa? Kenapa nenek menangis…?” Bukannya mereda, air mata Sang Nenek malah mengalir deras disertai isak yang tetahan di dalam dadanya.
Seakan mengerti dengan apa yang terjadi dengan neneknya, Sang Cucu lantas mengambil segelas air minum dan memberikannya pada Sang Nenek, kemudian ia baringkan badannya di pangkuan neneknya. Setelah meminum air yang disuguhkan cucunya, Sang nenek berusaha menghentikan tangisnya. Sambil menatap dalam ke arah cucu yang kini terbaring di pangkuannya, ia mengusap rambut cucunya yang lurus dan halus, sambil menyampaikan kegelisahan dan kesedihan yang dialaminya saat itu.
to be continued…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar