Selasa, 06 Januari 2009

Economics Division System Ekonomi Islam (Syariah) Sebuah Solusi

System Ekonomi Islam (Syariah) Sebuah Solusi

Mission
-"Mensejahterakan Umat, agar selalu bersyukur"-

Vision (Langkah Strategis)

1. Mempelajari, meneliti, mengembangkan Ekonomi Mikro di sekitar Kita.
2. Menyediakan pelatihan Entrepreneurship Mikro.
3. Who Wants To Be -"Juragan"- Bagaimana menjadi juragan yang Bijaksana.
4. Mengembangkan jaringan Ekonomi Mikro di daerah sekitar Kita.
5. Menjadi sarana belajar dan riset dalam mengembangkan ekonomi Islam baik secara teori maupun praktik.
6. Menjalin dan mempererat kerja sama dengan pihak terkait guna mengembangkan ekonomi Islam.
7. Membentuk ideologisasi yang kuat dengan dilandasi nilai-nilai keislaman.
8. Menjadi organisasi keilmuan pembelajar yang berbenah diri menuju good corporate dalam mengembangkan ekonomi Islam.


Para Peneliti Muda:

Agung Febrianto dan Kawan-kawan

Fisika Entropi Ekonomi Syariah dan Lingkungan Hidup

For Everyone
Oleh:

Indra Lesmana Widjaya

Bioteknologi

SHIZUOKA UNIVERSITY

RIBA, ENTROPI DAN PEMANASAN GLOBAL



Entropi merupakan suatu besaran fisika untuk menggambarkan ketidakteraturan sebuah sistem materi. Semakin tidak teratur sebuah sistem semakin besar pula entropinya. Di dalam teori termodinamika dijelaskan bahwa dengan berjalannya waktu sebuah sistem fisik cenderung semakin tidak teratur (rusak atau hancur). Buah-buahan yang kita petik akan membusuk, besi-besi penegak bangunan akan berkarat, dan mesin-mesin akan semakin aus.

Meskipun semua materi akan menuju ketidakteraturan yang lebih besar, laju peningkatan entropi setiap benda tidak sama. Laju peningkatan entropi ini bisa dihambat bahkan tingkat entropi dapat diturunkan. Buah-buahan disimpan di lemari es agar segar lebih lama dan besi-besi diberi cat untuk memperlambat karat. Namun, semua ini bukannya tanpa ‘biaya’, karena perlambatan laju entropi pada sebuah sub sistem akan dikompensasi dengan makin cepatnya laju entropi pada subsistem yang lain. Dengan demikian entropi sistem fisika secara semesta akan selalu naik.

Kita hidup dalam alam fisik. Dengan demikian kehidupan kita selalu terikat dengan hukum-hukum fisika, termasuk sistem ekonomi yang kita jalankan. Analisis yang lebih dalam terhadap sistem ekonomi kita menunjukkan bahwa bunga (interest) bertanggung jawab terhadap semakin cepatnya laju peningkatan entropi yang ditunjukkan oleh semakin cepatnya laju kerusakan lingkungan kita.

Dalam sistem ekonomi barter sederhana, seseorang akan menyimpan kelebihan kekayaannya dalam bentuk aset fisik. Sesuai dengan konsep entropi, kekayaan tersebut makin lama akan rusak atau dengan kata lain menurun nilainya. Sang pemilik akan berusaha mempertahankan entropi kekayaannya agar tetap rendah (baca : tidak rusak) dengan mengeluarkan sejumlah biaya. Bila kekayaan tersebut berupa padi, maka pemiliknya akan menyediakan sebuah lumbung yang dijaga agar tetap kering sehingga padi tidak cepat membusuk.

Sebuah pertanyaan muncul ketika padi ini dipinjamkan kepada pihak lain. Jika pinjaman diberikan atas dasar riba, maka peminjam diwajibkan mengembalikan padi dengan kualitas sama ditambah bunga. Pinjaman 10 kg padi dengan bunga 10% dengan jangka waktu sebulan membuat peminjam harus mengembalikan 11 kg padi kepada pemilik semula pada bulan berikutnya.

Fenomena menarik muncul di sini, yaitu munculnya dua keuntungan yang diperoleh oleh sang pemilik. Pertama, ia tidak perlu mengeluarkan biaya merawat padinya, dan kedua tentu saja keuntungan dari bunga. Jika kita analisis dengan konsep entropi, maka sang pemilik berhasil mempertahankan tingkat entropi yang rendah terhadap padinya. Namun, seperti yang telah dikatakan di atas, perlambatan entropi di satu tempat akan mempercepat laju entropi di tempat lain.

Keadaan sebaliknya kita lihat pada peminjam. Jika peminjam ini berprofesi sebagai penebang kayu, maka peminjam ini akan menebang lebih banyak kayu agar ia dapat melunasi pinjaman pokok termasuk bunganya. Dan jika saja bunganya lebih tinggi lagi maka kita tidak akan heran melihat kerusakan hutan yang semakin cepat. Laju peningkatan entropi hutan bergerak semakin cepat.

Ilustrasi tadi barangkali terlalu sederhana untuk menunjukkan pengaruh bunga dalam sistem keuangan modern terhadap kerusakan lingkungan. Namun jika kita lihat fakta di lapangan menunjukkan bahwa negara-negara dengan laju perusakan hutan yang tinggi merupakan negara-negara yang terlilit hutang. Tarek el-Diwany dalam bukunya The Problem with Interest mengutip data The Economist menunjukkan negara-negara dengan hutang besar seperti Brazil, Indonesia, Zaire, dan Meksiko merupakan negara papan atas dalam hal kecepatan kerusakan hutannya.

Para pendukung konsep riba mungkin akan berkilah bahwa riba dibutuhkan untuk mengkompensasi kerugian yang diderita oleh pemilik kekayaan akibat pengalihan kekayaannya kepada pihak lain. Berbagai teori dikembangkan untuk pembenaran atas riba seperti konsep perkiraan inflasi, preferensi waktu positif, antisipasi resiko, atau diminishing marginal utility. Tetapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa hampir semua pemberi pinjaman membebankan bunga kecuali untuk satu hal, yaitu untuk meraup keuntungan. Nyaris tidak ada lembaga keuangan seperti bank dan asuransi yang didirikan kecuali atas dasar mencari untung.

Di sinilah letak bahayanya riba. Konsep riba yang diadopsi dalam sistem keuangan modern tak lebih dari sebuah cara mempertahankan kekayaan agar selalu dalam kondisi entropi rendah tanpa mengeluarkan biaya. Dan pada saat yang sama meraup keuntungan tambahan dari bunga. Sementara di sisi lain terjadi percepatan laju entropi yang lebih tinggi terjadi pada peminjam agar dapat melunasi pokok berikut bunganya. Kita tidak heran negara-negara kaya seperti Amerika dan Eropa mampu mempertahankan entropi rendah dengan hidup nyaman dan sejahtera di negerinya dengan mengeksploitasi negara miskin yang untuk bertahan hidup harus menggadaikan kekayaan alamnya guna melunasi hutang-hutangnya yang semakin membengkak.

Pada akhirnya, sangat disayangkan perdebatan sengit tentang pemanasan global beberapa waktu silam melupakan riba sebagai salah satu faktor utama kerusakan bumi kita.

Allahua’lam
( dari Ahmad Muzaki )

Tidak ada komentar: